Nanda buru-buru mengambil kertas itu dan membaca isinya. “Nanda, aku pergi dulu ya. Mungkin lama takkan kembali. Datanglah ke Taman Senja waktu kamu rindu aku. Aku titipkan cintaku di sana. Di setiap senja terindah yang kamu nikmati. Ingat saja, aku selalu di sampingmu, menemanimu menatap senja. Senja yang melukis cintaku.”
Nanda menghambur keluar, duduk di kursi taman dengan tangannya masih menggenggam kertas berisi pesan Satrya. Tetap tak ada air mata yang keluar, meski hatinya kembali menangiskan tangisan panjang yang kan menghantui hidupnya. Tangisan yang selamanya harus terpenjara dalam kesunyian. Tangisan yang harus dikuburnya dalam-dalam.
Di Taman Senja.
Nanda membuka note booknya. “Aku lebih siap dipaksa waktu untuk menunggu, dibanding harus melupakanmu. Kamu benar, waktu menyimpan rahasianya sendiri. Ia tak biasa berbagi. Bawa cintaku ke peraduan terakhirmu, simpanlah dulu, hingga waktunya nanti aku menyusulmu. Sekarang, di sini, aku percaya, kamu bersamaku, menikmati senja yang melukis cintamu.”
0 respon terhadap ocehan si bocah:
Posting Komentar